Motto IRWAN MAULANA

" MUN TEU NGARAH MOAL NGARIH, MUN TEU NGAKAL MOAL NGAKEUL ".

Wednesday, September 23, 2015

BATAS MINIMAL PENGHASILAN UNTUK BERKURBAN

Assalamu'alaikum Wr.wb.
Selamat jumpa pembaca, sudah cukup lama kita tidak bertemu. Pada hari Idul Adha 1436 H ini,saya ketengahkan masalah Qurban. Ini adalah jawaban atas pertanyaan mengenai kurban dalam : http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/adakah-batas-minimal-penghasilan-untuk-kewajiban-berkurban.htm#.VgNQPdKqqko  .
Saya ketengahkan semoga bermanfaat untuk kita semua, Bismillahirrohmanirrohim,...mari kita simak :
"Kurban adalah ibadah untuk mendekatkan diri orang yang berkurban kepada Allah swt dengan menyembelih bintarang ternak, seperti : kambing, domba, sapi atau onta. Ibadah ini dibebankan kepada mereka yang mukallaf dan memiliki kesanggupan finansial untuk berkurban.
Hukum menyembelih hewan kurban ini adalah sunnah muakkadah menurut para ulama diantaranya Syafi’i dan Malik dan meninggalkan kewajiban ini bagi orang yang sudah memiliki kesanggupan adalah makruh. berdasarkan dalil-dalil berikut :
1. Firman Allah swt,”Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS Al Kautsar : 2)
2. Sabda Rasulullah saw,”Jika kalian telah melihat bulan dzulhijjah, hendaklah salah seorang diantara kalian berkurban..”(HR. Muslim)
Adapun yang dimaksud dengan memiliki kesanggupan untuk berkurban maka terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama :
1. Para ulama Madzhab Hanafi berpendapat bahwa kesanggupan adalah kemudahan yaitu memiliki 200 dirham yaitu batas minimal nishab zakat atau barang-barang yang seharga dengan itu diluar rumah dan pakaian atau diluar kebutuhan dari orang-orang yang wajib diberikan nafkahnya.
2. Para ulama Madzhab Maliki berpendapat bahwa kesanggupan tidaklah ditunjukkan dengan memiliki dana seharga tertentu dikarenakan daruratnya perkara ini secara umum walaupun dia harus berhutang untuk itu.
3. Para ulama Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa orang yang memiliki kesanggupan adalah orang yang memiliki dana melebihi kebutuhannya dan kebutuhan orang-orang yang harus diberikan nafkahnya pada hari raya idul adha dan hari-hari tasyriq karena ini adalah waktu penyembelihannya. Seperti halnya zakat fitri maka mereka mensyaratkan adanya kelebihan diatas kebutuhannya pada hari fitri.
4. Para ulama Madzhab Hambali mengatakan bahwa orang yang memiliki kemampuan adalah orang yang memiliki kemampuan mendapatkan dana untuk berkurban walaupun ia harus berhutang jika ia merasa mampu untuk membayarnya.(al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2708)
Jadi sesorang yang memiliki kesanggupan finansial untuk mengadakan hewan kurban pada hari-hari kurban maka dianjurkan baginya untuk berkurban. Dan jika seseorang merasa betul-betul sudah ingin berkurban sementara belum memiliki dana membeli hewan kurban pada hari-hari kurban maka dibolehkan baginya untuk berhutang dengan yang lain selama dia merasa sanggup untuk membayarnya.
Sedangkan berapa hewan kurban yang harus disembelih seseorang pada hari-hari kurban maka para ulama telah bersepakat bahwa satu ekor domba atau kambing adalah untuk satu orang sedangkan satu ekor onta atau sapi untuk tujuh orang sebagaimana hadits Jabir ra,”Kami pernah berkurban bersama Rasulullah saw di Hudhaibiyah : satu ekor onta dan sapi untuk tujuh orang.” (HR. Jama’ah)
Wallahu A’lam
-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Thursday, April 30, 2015

PENDEKATAN KURIKULUM PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN

Salam Pramuka,
Hallo apa kabar..Kakak-kakak dan Adik-adik Pembaca...!
Selamat berjumpa kembali...

Bagi saya sebagai pelatih pembina pramuka, nama Kak Dr.Joko Mursitho, M.Si., sudah sangat familiar. Ia adalah Kepala Pusdiklatnas Gerakan Pramuka. Disamping itu ia adalah seorang Specialist Panel WOSM - Asia Pacific Regional. Karya tulisnya sering saya jadikan referensi baik terkait kepramukaaan ataupun pendidikan secara umum. Berikut ini adalah tulisan beliau mengenai Pendekatan Kurikulum Pendidikan Kepramukaan. Saya share bagi pembaca semoga dapat turut menikmati tulisan yang bermutu ini, Selamat membaca ! Iqro...iqro...iqro....!

PENDEKATAN KURIKULUM PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN

Pendidikan kepramukaan merupakan suatu pendidikan yang sangat unik, menarik dan membuahkan suatu pendidikan karakter yang luar biasa hasilnya.  Di tengah terpaan gelombang globalisasi  yang dahsyat dengan kiblat keduniawiaan yang sangat tinggi, maka pendidikan tidak bisa ditanggulangi dengan pendidikan spiritual yang hanya mengutamakan kehidupan akhirat. Oleh karena itu pendidikan kepramukaan yang muaranya adalah pendidikan karakter sebagaimana yang dikemukakan oleh Baden Powell yang memiliki dimensi pengembangan 5 ranah kecerdasan spiritual, emosional, social, intelektual, dan fisik merupakan  senjata yangampuh untuk menuntaskan pendidikan karakter di seluruh dunia.Kelemahan pendidikan kepramukaan bukan karena bobot kurikulumnya yang kurang tetapi karena mencari orang-orang yang “suka rela” menjadi pembina pramuka tidaklah mudah. Terpaan budaya profanistis yang sangat kuat menghantam persendian pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sehingga semua kegiatan diperhitungkan dengan keuntungan fisik dan non fisik; dengan uang atau jabatan sebagai tolok ukurnya, faktor inilah yang telah memporakperandakan kesukarelaan di dunia, termasuk di Indonesia. Di sini terjadi pertarungan yang sangat sengit antara kepentingan idealisme yang mengkanankan kepentingan pendidikan bangsa dan hedonisme yang mengkanankan kepentingan pribadi. Abrasi nilai pengabdian orang dewasa inilah yang menjadikan semakin sedikitnya “sukarelawan” yang mau bekerja dengan ikhlas bakti bina bangsa ber budi bawa laksana. Menurunnya rasa kesukarelaan dilingkungan masyarakat akan semakin menggerogoti kekuatan pendidikan kepramukaan.
Sejalan dengan pendidikan kepramukaan maka “kurikulum pendidikan nasional 2013” yang memiliki 4 kurikulum inti ternyata sejalan dengan 5 ranah pengembangan pendidikan kepramukaan yang telah menjadi pendahulunya sejak tahun1907. Hal ini memberikan harapan besar bagi para pelatih pembina pramuka, karena implementasi kurikulum pendidikan 2013 ini diharapkan akan menumbuhsuburkan “semangat pengabdian” bagi guru untuk menjadi pembina pramuka yang sukarela dan tangguh.  Model Kurikulum kepramukaan di Indonesia maupun di seluruh dunia memiliki kesamaan, walaupun tidak tertera secara eksplisit, karena “Scouting is not a science to be solumnly studied” namun demikian melalui tulisan-tulisan dan sepak terjang Baden Powell yang dilestarikan dalam pendidikan kepramukaan di seluruh dunia, dapat penulis simpulkan bahwa ada 3 model kurikulum dalam pendidikan kepramukaan yakni:1.     Inquiry model. Pendidikan ini mendasarkan pada pengalaman. Baden Powell meminta kesepakatan kepada para pelatih-pelatih pembina pramuka dengan kata-katanya “Dawn with everything and up with me” (Lupakan sesuatu yang telah berlalu, dan bangkitlah bersamaku).  Ini dimaksudkan bahwa dalam pendidikan tidak perlu mengungkapkan kesalahan peserta didiknya di masa lalu, tetapi menatap masa depan dengan memulai berbuat dengan sebaik-baiknya dari sekarang. Di dalam inquiry model ini terdapat 3 pendekatan di dalam kepramukaan sebagai berikut:
a.      Inquiry based learning: A practical Application. Pendidikan berdasarkan pengalaman dengan aplikasi penerapan, telah sangat nyata adanya dalam metode kepramukaan  yakni “learningby doing”.  Di dalam pendidikan tersebut kita menerapkan “learning to know” (belajar untuk mengetahui dengan cara mencari tahu bukan diberi tahu), “learning to do” (belajar untuk terampil dengan menguasai berbagai kecakapan yang dibutuhkan baik kecakapan umum maupun kecakapan khusus); learning to live together (belajar untuk hidup bersama) yang di dalamnya terdapat “learning to earn” (belajar untuk mencari nafkah), dan“learning to serve” (belajar untuk memberikan pelayanan), dan yang terakhir adalah "learning to be" (belajar untuk menemukan dirinya).
b.      Project based-learning. Metode proyek ini diterapkan didalam pendidikan kepramukaan sebagai implikasi penerapan nilai sosial. Bagi peserta didik dalam Gerakan Pramuka ada kegiatan yang merupakan bagian dari “game” yakni membuat hasta karya yang bisa dilakukan secara individu maupun kelompok. Kegiatan bakti siaga, penggalang, penegak, dan pandega merupakan penerapan dari belajar proyek ini. Kegiatan  yang sangat nyata adalah adanya  program “Perkemahan Wirakarya” bagi pramuka penegak, dan pandega yang diselenggarakan paling tidak satu masa bakti kwartir. Kegiatan ini merupakan "total pengabdian" bagi seorang penegak dan pandega. Peserta kegiatan adalah seorang "Penegak bantara", atau "Pandega", jika mereka belum selesai pengisian SKUnya maka "award" bagi mereka dibantarakan atau dipandegakan disini.
c.       Problem based learning &Case based learning. Kegiatan kepramukaaan selalu dekat dengan lingkungan sosial maupun lingkungan alam; dengan demikian “Scouting Skills” pada hakekatnya disiapkan sebagai pembelajaran yang bertumpu pada pemecahan masalah dan bagaimana mengurai kasus-kasus untuk memperoleh alternatif solusi terbaik.
2.     Social Models. Pendidikan kepramukaan sangat jelas dalam “Janji Pramuka (Scout Promise)” yakni Menolong sesama hidup dan ikut serta membangun masyarakat. Hal ini dilakukan dengan:
a.      Enhancing thinking through cooperative learning. Model pembelajaran kepramukaan dengan meningkatkan kualitas melalui belajar bekerjasama dengan orang lain, telah diterapkan dalam prinsip dasar pendidikan dan metode kepramukaan yang antara lain adalah  “patrol system” atau sistem beregu di mana peserta didik belajar bekerja sama, belajar hidup bersama, belajar memimpin dan dipimpin, yang nantinya ketika mereka benar-benar terjun di masyarakat akan menjadi anggota masyarakat yang utama. Oleh karena itu semua permainan di dalam pendidikankepramukaan harus memenuhi 4 kriteria yakni:“Health, happiness, helpfulness, dan handicraft”.
b.      Using the role-play method  to promote thinking. Pendidikan kepramukaan menggunakan metode peran untuk meningkatkan penalaran yang di dalam kegiatannya dilakukan melalui “kiasan dasar (symbolic frame)” dan “sistem tanda kecakapan” sebagai sarana penggugah semangat, dan memanusiakan manusia.
c.       Promoting social-emotional learning. Pendidikan ini nampak sekali dalam kegiatan perkemahan, di mana ada pembagian tugas yang baik sehingga semuanya mengalami sebagai juru masak, membersihkan tenda, kegiatan survival, first aids, memimpin dan dipimpin, merencanakan kegiatan, dan kegiatan bakti. Bagaimana peserta didik dilatih mengendalikan nafsunya, melatih kesabaran, melatih menghargai kekurangan orang lain, dan inilah sejatinya promoting social-emotional learning  tersebut.
3.     Personal models. Pendidikan kepramukaan mendidik anggota melalui pengembangan sikapnya secara individu. Baden Powell dalam bukunya “Rovering to success” menyampaikan dalam satu sub judulnya bahwa “Self education is necessary” yang menyatakan pentingnya pendidikan individu, Tuhan menciptakan manusia untuk menjadi manusia (God made men to be men).  Dalam buku “World Adult Resources Handbook” disampaikan bahwa pendidikan kepramukaan menggunakan “Self-directed learning", untuk menghadapi kondisi dan situasi lingkungan yang terus berubah.  Disinilah pendidikan dalam kepramukaan sebagai wahana yang unggul menuju kemandirian, dan warga negara yang baik.  Dengan demikian ada kegiatan dimana pendidikan kepramukaan menggunakan:
a.      Enhancing the problem findingskills. Dalam kegiatan kepramukaan diberikan pioneering bukan hanya sekedar mengikat tongkat menjadi bentuk-bentuk bangunan yang direncanakan tetapi peserta didik dilatih untuk membuat perencanaan, menemukan barang yang diperlukan, membuat rencana baru atau rencana pengganti apabila benda-benda yang diperlukan tidak diperoleh, menemukan inovasi, menilai atau menaksir apakah benda-benda yang diperoleh tersebut representatif untuk rencana yang akan dibuat. Di sinilah anak-anak pramuka dilatih untuk meningkatkan kualitas keterampilan dengan dihadapkan pada masalah-masalah.
b.      Handy thinking tools to promote creative problem solving. Pendidikan kepramukaan dilakukan di alam terbuka yang menantang, di sini kreativitas anak dikembangkan melewati latihan-latihan kecerdasan baik kecerdasan fisik/kinestetik, kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, bahkan kecerdasan spiritual (Learning to multiple intelligences). Di sinilah anak dibiasakanuntuk tahan uji, tidak mudah putus asa, dan senantiasa berbuat kebaikan.
c.       Promoting open mindedness in analysing and evaluating arguments. Kegiatan kepramukaan akan membuat anak-anak menerima sesuatu yang baru, sesatu yang berbeda, kemudian menilai apakah sesuatu tersebut cocok dengan nilai-nilai satya dan darmanya, untuk diterapkan di dalam kehidupan.
Dengan demikian pendidikan kepramukaan tidak akan kuno dan ketinggalan jaman. Kesalahan besar adalah manakala pelatih dan pembina pramukanya tidak mau belajar sehingga dari tahun ke tahun yang diberikan kepada peserta didik tidak pernah berubah. Nilai tetap tetapi kemasan yang merupakan alat harus berubah sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.


REFERENSI:
1.      Ai-Choo Ong & Gary D. Borich, Theaching Strategies That Promote Thinking.Models and Curriculum Approach, Mc Graw Hill. Singapore. Boston. Burr ridgeII. Dubuque, 1A. Madison, WI. New York. San Francisco. St. Louis. Kuala Lumpur.Lisbon. London. Madrid. Mexico City. Milan. Montreal. New Delhi. Seoul. Sydney.Taipei. Toronto.
2.     BadenPowell. Lord,. 1922., Rovering to Success, Herbert Jenkins Ltd. 3 Duke of York Street, London, S.W.I.
3.     BadenPowell. Lord., Panduan Untuk Pembina Pramuka Penggalang, (Judul asli: Aids to Scout Masterships) disunting oleh: Mun Kusumanti, Joko Mursitho,Dadi Pakar & Rini Palupi, Penerbit: Pustaka Tunas Media, Balai Penerbit Gerakan Pramuka, Jakarta

Sunday, January 18, 2015

SETANGAN LEHER, Apaan tuh...!



Salam Pramuka!
Kakak dan Adik pembaca, hari ini saya ketengahkan kehadapan pembaca bahasan mengenai setangan leher. Saya sajikan ini, sehubungan dengan adanya posting di Grup FB yang saya ikuti mempersoalkan penggunaan setangan leher dikaitkan dengan sudah-tidaknya seorang dilantik menjadi anggota Gerakan Pramuka.

Daripada panjang lebar komentar di grup tersebut, lebih baik saya menulis artikel sederhana ini semoga bermanfaat.

SETANGAN LEHER PRAMUKA

Setangan leher, biasa disebut juga kacu atau hasduk adalah salah satu kelengkapan dalam seragam pramuka. Berbentuk kain segitiga. Panjangnya sekitar se(rentang)tangan, dipakai dileher, mungkin karena itulah disebut setangan leher.
Bukan saja pramuka di Indonesia, di negara-negara lain yang memiliki organisasi kepanduan, para pramukanya (pengakap, scout, guide dsb) juga mengenakan tanda ini. Inilah tanda pengenal yang universal di kepanduan sebagaimana diajarkan oleh Baden Powell.
Kegunaan setangan leher menurut Baden Powell cukup banyak. Namun tulisan ini sementara berfokus kepada setangan leher yang ada Gerakan Pramuka. In syaa Alloh kita bahas kegunaan hasduk ditulisan lain mendatang.

Landasan Hukum
Gerakan Pramuka memiliki aturan mengenai penggunaan setangan leher ini. Beberapa Petunjuk Penyelenggaraan mengaturnya. Sebut saja :
1.   Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor : 055 Tahun 1982 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Tanda Pengenal Gerakan Pramuka;
2.   Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor : 059 Tahun 1982 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Tanda Umum Gerakan Pramuka 
3.    Keputusan Kwartir  Nasional  Gerakan  Pramuka Nomor: 174 Tahun 2012 Tentang Petunjuk  Penyelenggaraan  Pakaian   Seragam  Anggota  Gerakan Pramuka

Setangan leher diklasifikasikan sebagai Tanda Umum.  Seperti yang dicantumkan dalam Pt.4. Pengertian (Jukran Tanda Pengenal GP),  Tanda Umum, yaitu tanda yang dipakai secara umum oleh semua anggota Gerakan Pramuka yang telah dilantik, putera maupun puteri, misalnya tanda tutup kepala, setangan leher, dan sebagainya.

Apa syarat seseorang dapat mengenakan Tanda Umum?
Pada Pt.14. (Jukran Tanda Pengenal GP) mengenai syarat, dinyatakan:
1.     Seorang Pramuka (Siaga, Penggalang, Penegak dan Pandega) hanya dibenarkan mengenakan Tanda Umum pada pakaian seragamnya, sesudah yang bersangkutan memenuhi SKU sesuai dengan tingkat kecakapan dan golongan usianya, dan dilantik sebagai anggota Gerakan Pramuka.
2.       Orang dewasa dalam Gerakan Pramuka hanya dibenarkan mengenakan Tanda Umum pada pakaian seragamnya sesudah yang bersangkutan menyatakan setuju dengan ini Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka, serta dikukuhkan menjadi anggota Gerakan Pramuka.

Pt.6. (Jukran Tanda Umum GP) mengenai Fungsi, Tanda umum salah satunya berfungsi  sebagai tanda pengesahan atas keanggotaan seseorang sebagai seorang anggota Gerakan Pramuka dan Gerakan Kepramukaan Sedunia.

Bagaimana tata cara pemakaiannya?
Pada Bab VI mengenai Tata Cara Pemakaian Seragam Pramuka.
1.      Seorang calon anggota Gerakan Pramuka yang belum dilantik/dikukuhkan hanya  dibenarkan memakai pakaian seragam pramuka, tanpa tutup kepala ,  tanpa setangan leher  dan tanpa  menggunakan  tanda pengenal Gerakan Pramuka lainnya.
2.   Seorang anggota Gerakan Pramuka yang telah memenuhi syarat dan dilantik /dikukuhkan  atau  mendapat perestuan,  berhak memakai  pakaian seragam pramuka lengkap dengan setangan  leher  dan tutup kepala serta tanda pengenal Gerakan Pramuka sesuai dengan ketentuan  yang  berhubungan  dengan  usia golongan, tingkat, dan jabatannya.


Bentuk dan Ukuran
Dalam Jukran Pakaian Seragam No. 174 Tahun 2012, Setangan leher memiliki bentuk dan ukuran sebagai berikut:
a)      dibuat dari bahan warna merah dan putih.
b)      berbentuk segitiga sama kaki;
c)  sisi panjang sesuai dengan golongan keanggotaan ( Siaga=90 cm; Penggalang=100-120 cm; Penegak/Pandega/ Pembina 120-130 cm) , sedangkan sudut bawah  90º (panjang disesuaikan dengan tinggi badan pemakai sampai di pinggang).
d)      bahan dasar warna putih dengan lis merah selebar 5 cm.
e)      setangan leher dilipat sedemikian rupa (lebar lipatan ± 5 cm)  sehingga  warna merah putih  tampak dengan jelas,  dan  pemakaiannya tampak rapi.
f)       dikenakan dengan cincin (ring) setangan leher.
g)      dikenakan di bawah kerah baju

Tata Cara Melipat
Cara melipat diatur dalam Jukran Pakaian Seragam 2012



Saturday, January 17, 2015

WAWANCARA Praktis: Mahasiswa Harus Bisa!



Assalamu’alaikum pembaca!
Alhamdulillah saat ini Alloh SWT masih memperkenankan kita bertemu lagi di blog sederhana ini, semoga memberi manfaat bagi kehidupan kita.

Saat ini saya akan mengupas “wawancara” dalam penelitian.

Saya membahas wawancara dilatarbelakangi oleh kesibukan saya beberapa hari ini. Tidak terasa kurang lebih 2 (dua) minggu ini, saya membantu teman mencari bahan tulisan mengenai penelitian. Dalam metode penelitian terutama dalam pendekatan kualitatif nampak sekali pentingnya wawancara. Disamping metode observasi dan  studi dokumentasi, wawancara sangat diandalkan. Maka sepantasnya mahasiswa yang akan melakukan penelitian memiliki kecakapan wawancara baik secara teoritis, maupun praktis.
  
Tulisan ini, ingin berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.       Apakah wawancara itu?
2.       Apa saja jenis-jenis wawancara itu?
3.       Bagaimana menyiapkan sebuah wawancara agar berhasil dan berdaya guna?
4.       Bagaimana sikap pewawancara yang baik?
5.       Apa yang harus dilakukan selama wawancara?
6.       Bagaimana mengakhiri wawancara dengan baik?

Tujuan penulisan ini, tentunya ingin  memberikan informasi kepada pembaca, khususnya bagi para mahasiswa yang sedang bergelut dengan tugas akhir akademik, mengenai seluk beluk wawancara dalam sebuah penelitian. Penulis mengharapkan, secara teoretis tulisan ini akan menambah wawasan dan bisa menjadi acuan dalam penelitian. Secara praktis dapat dipraktekan pada pelaksanaan wawancara. Kekurangan dan kelebihan akan ditemukan ketika kita memanfaatkan ilmu yang sudah kita dapatkan.    Semoga bermanfaat.

Wawancara
Wawancara atau juga disebut interview, adalah sebuah bentuk atau cara mendapatkan informasi dan data, dengan cara tanya jawab terhadap obyek penelitian atau orang yang dianggap mengetahui tentang masalah yang diteliti. Wawancara merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap survai (Slamet, 2004, hal. 44). Tanpa wawancara seorang peneliti akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh melalui jalan  bertanya kepada responden (orang yang dianggap mengerti tentang obyek penelitian). Metode wawancara sangat cocok diterapkan dalam penelitian sosial, walaupun tidak tertutup kemungkinan penelitian IPA dan Teknologi juga menggunakan metode ini.

Keakuratan data yang diperoleh dengan cara ini tergantung dari pewawancara, responden, topik pembicaraan, dan situasi saat wawancara berlangsung. Disinilah peneliti perlu mengetahui jenis-jenis wawancara. Menurut Slamet (2004, hal. 45) jenis-jenis wawancara dapat dibagi sebagai berikut:
1.              Information Interview
Yaitu inteview untuk meminta keterangan –keterangan mengenai sesuatu yang diketahui oleh orang yang diwawancarai.
2.              Opinion Interview
Yaitu interview untuk meminta pendapat atau pandangan kepada orang yang diwawancarai.
3.              Feature Interview
Yaitu interview untuk mengetahui cita-cita dan pengalaman orang yang diwawancarai.

Persiapan Wawancara
Agar berhasil baik wawancara perlu dibuatkan pedoman atau langkah-langkahnya. Berikut ini adalah langkah-langkah sebaiknya dilakukan:
1.       Membuat koesioner/ daftar pertanyaan
2.       Menyiapkan perlengkapan
3.       Memilih Responden

Dalam membuat koesioner, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
1.       Siapkan rancangan “presentasi” singkat mengenai tujuan umum penelitian, arti penting dan keuntungan  yang bisa diperoleh dari  wawancara, bahkan jika ada keuntungan dari responden dengan wawancar tersebut. Nyatakan agar pertanyaan dijawab dengan sejujur-jujurnya.
2.       Gunakan tujuan penelitian / tujuan studi sebagai penuntun  dalam menyusun kuesioner.
3.       Bagilah instrumen kepada fase-fase yang berbeda menurut tujuan atau sasaran yang berbeda untuk mempermudah analisa datanya.
4.       Pilah dan pilih pertanyaan dengan memperhatikan kemungkinan respon dari responden. Hindarkan pertanyaan-pertanyaan yang diperkirakan responden tidak mengetahuinya. Jangan lupa, hindari pertanyaan yang membutuhkan waktu lama berfikir karena sesuatu hal atau kejadian yang terlampau di luar ingatan untuk menjawab dengan tepat.  Hindarkan pula dari pertanyaan yang kabur (bias/sulit dimengerti), gunakan kalimat yang singkat dan jelas. Hindarkan pula pertanyaan yang mengarahkan pada jawaban tertentu, yang “memaksa” responden menjawabnya.
5.       Gunakan kata-kata yang sederhana, singkat, dan jelas agar mudah dipahami responden. Upayakan selalu menggunakan kata yang halus, menyenangkan, dan komunikatif sehingga responden tetap nyaman dalam wawancara.    

Selain kuesioner, tidak kalah pentingnya adalah tersedianya perlengkapan wawancara yang dibutuhkan. Diantara yang penting adalah perlengkapan berikut ini:
1.       Identitas diri
2.       Surat izin jika dibutuhkan
3.       Alat-alat tulis
4.       Alam rekam suara/gambar ( tape recorder , kamera, handycam ).
5.       Alat transportasi

Seperti yang sudah disampikan diatas, yang ketiga yang perlu disiapkan dalam sebuah wawancara adalah responden. Responden perlu dipilih yang mengetahui permasalahan yang  sedang diteliti. Sangat disayangkan  jauh-jauh, dan berlama-lama kita melakukan wawancara jika tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Disamping itu responden perlu diperhatikan latar belakangnya, misalnya latar belakang pendidikan dan sosialnya, sehingga wawancara berlangsung secara komunikatif.
Untuk menghasilkan kesimpulan yang baik, sangat dianjurkan wawancara  tidak hanya dilakukan pada  seorang responden saja, namun kepada responden yang lain. Untuk hal ini, bisa saja dipilih responden yang memiliki karakteristik yang berbeda, yang penting responden mengetahui permasalahan yang diteliti.  

BERSAMBUNG

Bibliography

Slamet. (2004). Bimbingan Penelitian Memahami Cara Kerja Para Imuwan. Jakarta: PT Mitra Cendekia.