Motto IRWAN MAULANA

" MUN TEU NGARAH MOAL NGARIH, MUN TEU NGAKAL MOAL NGAKEUL ".

Wednesday, September 25, 2013

Dad A Son's first hero and A Daughter's first love



Pulang dari aktivitas yang melelahkan, bakda Isya saya biasa bercengkrama dengan istri mengenai masalah keluarga, khususnya anak-anak kami. Ada bahasan yang menarik mengenai cinta pertama seorang anak perempuan. Saya jadi teringat akan ungkapan, yang jadi judul postingan ini. Saya jadi teringat tulisan yang ada di IndonesiaOptimis.com berikut. Terima kasih IndonesiaOptimis.com. Semoga kita bisa mengambil manfaatnya. Selamat membaca!

Ungkapan Dad A Son's first hero and A Daughter's first love cukup dikenal di masyarakat barat. Bagaimana seorang ayah menjadi pahlawan pertama bagi anak laki-laki dan menjadi cinta pertama bagi anak perempuannya. Sekilas terlihat sederhana, wajar namun ternyata membutuhkan upaya sungguh-sungguh untuk mewujudkannya. Bukan hanya itu, namun hikmah dari hal tersebut ternyata luar bisa dikemudian hari bagi perkembangan anak-anak. 

Saya mengingat ungkapan tersebut justru saat ditanya dalam sebuah kesempatan seminar tentang Pendidikan Anak (Tarbiyatul Aulad). Salah seorang peserta menanyakan apakah ada perbedaan khusus dalam mendidik anak laki-laki dan perempuan ?. Barangkali pertanyaan ini jika ditanyakan kepada pakar parenting yang sesungguhnya, mungkin membutuhkan jawaban yang panjang dan detil. Begitu pula jika dituliskan, bisa jadi malah layak dibuat sebuah buku khusus tentang hal tersebut. Namun saya mencoba menjawab dengan mengingat ungkapan di atas Dad A Son's first hero and A Daughter's first love, yang ternyata juga sempat saya terima saat saya mengikuti workshop keluarga.

Tentang sosok ayah menjadi pahlawan bagi anak laki-laki misalnya. Yaitu bagaimana ayah tampil untuk mentransfer jiwa-jiwa keberanian, ksatria dan kepahlawanan pada anak laki-lakinya. Dan sepertinya ini memang khusus bidangnya ayah ? Mengapa bukan ibu dan ibu guru di sekolah ?
Ust Irwan Renaldi seorang pakar parenting pernah menyampaikan hasil pengamatannya, bahwa hampir sebagian besar guru TK anak-anak kita adalah kaum wanita, ibu guru, bunda atau usatdzah biasa disebut. 

Nah bisa dibayangkan saat seorang anak laki-laki, yang semestinya mendapatkan kisah-kisah heroik seperti Umar bin Khottob, tapi karena kisah itu muncul dari gambaran seorang ustadzah yang lembut nan gemulai, maka sosok tegas Umar tidak akan bisa masuk dalam benak anak-anak kita dengan baik. Mereka mendapatkan hal yang unik berbeda, antara kisah Umar yang tegas tapi diperankan oleh seorang bunda yang lembut terkesan lemah.

Itu baru sekedar tentang gaya bercerita,  belum lagi soal tantangan fisik yang harus diperkenalkan kepada anak laki-laki kita, seperti bermain lumpur, panjat pohon, dan yang semacamnya, tentu tidak bisa dibebankan kepada ibu guru di sekolah bahkan ibunya di rumah. Maka seorang ayah harus tampil memastikan jiwa keberanian, ksatria, pengorbanan itu tumbuh pada diri anak-anak mereka, baik melalui dongeng kisah heroik maupun langsung praktik di lapangan. Semua ini ternyata berselaras dengan apa yang dianjurkan pada sosok ayah dalam agama kita. 

Tentang menceritakan kisah-kisah sejarah dan kepahlawanan, seorang sahabat pernah mengungkapkan : Dahulu kami mengajarkan sejarah peperangan Rasulullah SAW, sama sebagaimana kami mengajarkan AlQuran pada anak-anak kami". Adapun tentang tantangan fisik, sejak awal Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk menempa anak-anak kita dengan olahraga fisik yang menjadikannya sehat lagi kuat, beliau bersabda : " Ajarkanlah anak-anakmu berenang, menunggang kuda, dan memanah" (HR Ahmad). Dengan itulah insya Allah seorang ayah menjadi 'first hero' yang mengajarkan keberanian dan keteguhan pada anak laki-lakinya. Jika lalai dan menggampangkan soal ini, bisa jadi anak laki-laki kita tumbuh tanpa ketegasan dalam diri, lebih parah lagi sikap lemah gemulai yang tak wajar bagi kehidupannya.

Adapun tentang cinta pertama bagi anak perempuan, saya teringat dengan apa yang disampaikan oleh pakar parenting juga ibu Emmy Sukresno dalam sebuah kesempatan seminar di Solo. Beliau mengingatkan para ayah untuk tidak sungkan dalam berbagi kasih sayang kepada putri mereka, baik dalam bentuk belaian, sentuhan, pelukan bahkan memangku.

Terkadang ada perasaan sungkan dan ragu pada sang ayah mengingat putri mereka yang kian hari bertambah besar. Ibu Emmy Sukresno justru menyatakan, bahwa ketika anak putri sudah mendapatkan belaian kasih sayang dari sang ayah yang nota bene seorang laki-laki, maka pada saatnya nanti saat sang putri sudah beranjak dewasa, mereka tidak akan 'caper' dan 'genit' kepada teman laki-lakinya di sekolah, karena telah mendapatkan kasih sayang dari sang ayah. Hal yang sederhana tetapi ternyata berefek luar biasa bagi masa depan anak-anak kita. 

Dalam Islam pun anjuran untuk memeluk dan mencium anak jelas disebutkan, bagaimana Rasulullah SAW memeluk dan mencium cucunya, hingga ketika ada seorang yang lewat merasa kaget dan asing karena ia tak biasa melakukannya, padahal ia sendiri memiliki 10 orang anak yang tak seorangpun pernah
dipeluknya. Maka Rasulullah SAW pun kemudian memandang orang tersebut dan menanggapi : " Barang siapa yang tidak mengasihi maka tidak akan dikasihi".

Satu lagi pekerjaan rumah bagi siapa saja yang ingin menjadi sosok ayah kebanggaan dan kecintaan putra-putri mereka. Semoga bermanfaat dan salam optimis.



Tuesday, September 17, 2013

STORY TELLING DI LT 3 KWARCAB CIANJUR

Lomba Regu Pramuka Penggalang merupakan salah satu cara untuk mempersiapkan kader bangsa yang memiliki kepribadian dan kepemimpinan yang berjiwa Pancasila, disiplin, sehat mental, moral, fisiknya, berjiwa patriot, mampu berkarya dengan semangat kemandirian, peduli dan berkomitmen terhadap Kode Kehormatan Pramuka.  

Lomba Regu Pramuka Penggalang Tingkat Cabang 2013 (LT-III 2013) Kwartir Cabang Cianjur akan diselenggarakan di Wilayah Kwartir Ranting Sukanagara, tanggal 21 s.d. 24 September 2013.  

Salah satu mata lomba yang akan digelar adalah Lomba Pidato Bahasa Inggris untuk penggalang yang berpangkalan di SLTP. Sajian pidato dalam bentuk "story telling". Berikut adalah petunjuk teknis lomba tersebut.

Teknis Lomba Pidato Bahasa Inggris ( Story Telling)
Tujuan : Untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris sebagai bahasa internasional
Waktu   :  Senin, 23 September 2013, pukul 16.30-17.30.00 wib
tempat  :  perkemahan induk
Peserta  :   Masing-masing regu diwakili 1 orang
Proses  dan  Prosedur : 
a.  Mendaftar 
b.  Menyampaikan bahan cerita
 c. Waktu pelaksanaan 6 menit
d. Tema   Story telling about legendary story in Indonesia

Aspek Penilaian : Kesesuaian dengan tema, intonasi, penyampaian komunikatif, penguasaan dengan audiens, penggunaan bahasa  yang baik dan benar, ketepatan waktu. 

Perlengkapan Peserta : Peserta membawa teks pidato  
Penanggung jawab : Bidang Kegiatan, subsie Kelompok IV
Petugas :  Diatur sendiri
Juri : Diatur sendiri

CARI INDONESIAN STORY UNTUK LT3 ?
Jika belum memiliki cerita untuk LT 3 lomba Bahasa Inggris "STORY TELLING", silakan berkunjung ke http://ceritarakyat.50webs.com/ Semoga bermanfaat!

Sunday, September 8, 2013

SATUAN TERPISAH (MASIH) DALAM SOROTAN




“ Di sekolah ini, siapa yang ingin dibenci saya, silakan aktif Pramuka!”, demikian pernyataan seorang pimpinan yayasan di Cianjur, ketika ditanya oleh seorang wartawan. Laksana petir di siang bolong, sang wartawan yang pernah aktif di kepramukaan itu terhenyak dan dengan penuh telisik, ia melanjutkan bertanya, mengapa demikian bencinya sang pimpinan yayasan terhadap kepramukaan. Jawabnya singkat: “karena di kepramukaan ada camping”. Ujung-ujungnya terkuak, karena dalam camping sering campur baur laki-laki perempuan, dan menurut si Ibu: ...itu yang saya sangat tidak suka!!!


Kakak dan Adik pembaca, komentar seperti itu sebenarnya sering saya dengar. Banyak anak-anak potensial dan semangat aktif pramuka, yang berasal  dari lingkungan tertentu ( baca: agamis/ religius) akhirnya harus menemui jalan buntu. Mereka tidak dapat aktif  kepramukaan  karena persoalan sering campur baurnya laki perempuan dalam kegiatan kepramukaan.  Apalagi dalam sebuah perkemahan dan bermalam, menjadikan orang tua khawatir,  kebebasan bergaul lawan jenis akan berujung pada perilaku amoral. Padahal kepramukaan ditujukan untuk pembentukan generasi muda berkarakter dan bermoral.

Pernah kita dengar dalam berita, ada oknum pembina pramuka yang alih-alih membina pramuka menjadi manusia bermoral, malah diri si oknum ini melakukan perilaku yang amoral terhadap anak didiknya yang berlainan jenis kelamin. Perilaku oknum itu menjadikan kepramukaan terpojokkan dihadapan masyarakat sekaligus merusak citra Gerakan Pramuka. Padahal sudah demikian panjang organisasi ini berbenah diri menjadi organisasi andalan pembentuk karakter anak bangsa.

Adalah wajar, orang tua ingin anaknya selamat dari perilaku buruk. Karena dalam pandangan masyarakat  kita, perempuan ditempatkan secara terhormat dengan keistimewaannya, demikian juga terhadap laki-laki. Ini bukan diskriminasi, tetapi melaksanakan norma dan sebagai upaya pencegahan timbulnya perilaku negatif pada generasi muda yang sudah mewabah dan secara permisif terjadi di masyarakat.

Gerakan Pramuka ditantang  untuk peduli dengan kemerosotan moral anak bangsa, salah satunya dari perilaku kebebasan bergaul lawan jenis. Bangsa yang berkarakter Pancasila tentu bukan sebuah bangsa yang membiarkan kebebasan bergaul tumbuh mewabah merusak sendi-sendi dan norma kehidupan sosial kita. Pramuka harus tampil didepan.

Kepramukaan di Indonesia memiliki keistimewaan, yaitu adanya salah satu metode kepramukaan yang tidak dimiliki oleh kepanduan negara lainnya. Metode itu adalah Satuan Terpisah untuk Putera dan Puteri. Satuan terpisah pramuka putra dan pramuka putri diterapkan di gugus depan, satuan karya pramuka, dan kegiatan bersama. Satuan pramuka putri dibina oleh pembina putri, satuan pramuka putra dibina oleh pembina putra, kecuali perindukan siaga putra dapat dibina oleh pembina putri.

Untuk kegiatan yang diselenggarakan dalam bentuk perkemahan, harus dijamin dan dijaga agar tempat perkemahan putri dan tempat perkemahan putra terpisah, perkemahan putri dipimpin oleh pembina putri dan perkemahan putra dipimpin oleh pembina putra.  Begitupun dalam kegiatan di alam terbuka lainnya, perlu diperhatikan ketertiban, keamanan, dan kenyamanan seperti yang diharapkan dengan metode yang prinsipil ini.

Faktanya, belum sepenuhnya metode yang cukup prinsipil ini dijalankan. Banyak alasan yang sering disampaikan oleh para pembina. Kurang tersedianya pembina putri, tiada anggaran yang cukup membiayai pembina, banyak kegiatan yang lebih bersifat maskulin sehingga lebih baik ditangani oleh laki-laki, dan alasan-alasan lainnya.

Bagaimana sebaiknya?
Kakak dan Adik pembaca, bagaimana alternatif solusi terhadap persoalan diatas, maka saya sarankan hal-hal berikut ini :
1.      Tumbuhkan terus kesadaran bahwa menerapkan satuan terpisah untuk putera dan puteri, serta menata hubungan pergaulan laki-laki dan perempuan adalah sikap yang terpuji yang diajarkan oleh agama, sesuai dengan nilai-nilai budaya timur yang dianut bangsa ini. Tentunya bagi yang sudah dilantik ini merupakan wujud pengamalan satya dan darma kita.
2.      Kesadaran bergaul dengan tetap mengindahkan norma yang baik ini, harus terus diimplementasikan dalam setiap kegiatan sehingga menumbuhkan kenyamanan pramuka dan orangtua serta masyarakat mempercayakan generasi mudanya pada Gerakan Pramuka.
3.      Tetap upayakan setiap satuan (gudep dan saka) menerapkan metode kepramukaan ini. Sediakan pembina putera yang cukup dan cakap untuk satuan putera. Demikian pula untuk satuan puteri sediakan pembina puteri.
4.      Jika belum memiliki pembina seperti aturan diatas, atur sedemikian rupa agar tata hubungan dan pergaulan dapat tetap mengindahkan nilai-nilai dan norma agama, dan norma lainnya yang berlaku di masyarakat.
5.      Hindarkan acara-acara yang menimbulkan tercampurnya pramuka putera dan puteri dengan tidak beraturan, yang dapat menimbulkan sangkaan buruk terhadap kegiatan kepramukaan apalagi di lingkungan masyarakat/komunitas yang religius.
6.      Untuk kegiatan pada  jenjang Penegak dan Pandega di tingkat kwartir, sudah seharusnya tetap mendapat  pengawasan pembina dan Andalan kwartir, sekalipun mereka diberi kesempatan mengelola kegiatan secara lebih mandiri. Lebih-lebih pada kegiatan yang bermalam dan berhari-hari,  pengawasan harus betul-betul dilaksanakan.
7.      Adalah baik, jikalau dibiasakan penyelenggaraan kegiatan/ acara secara terpisah antara gudep putera dan puteri dengan capaian kompetensi yang mengarah pada keistimewaan jender mereka yang berbeda. Ini akan menciptakan opini di masyarakat bahwa kepramukaan tidak selalu bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, juga membentuk karakter anak sesuai jender dan tugas perkembangannya.

Kakak dan Adik, sebenarnya banyak yang ingin saya ungkapkan, namun demikian dulu tulisan ini saya sajikan. Saya ingin mengakhiri, dengan membantah opini yang dibangun oleh xp2 Scout dalam tulisannya di http://pramukaxp2.wordpress.com/2009/07/06/sistem-satuan-terpisah-tidak-perlu-dipertahankan/.

Xp2 scout mengakhiri tulisannya dengan: “So…, apakah kita tetap berpikir untuk mempertahankan sistem satuan terpisah? Jawaban dari pertanyaan itulah yang harus dipikirkan oleh setiap pembina pramuka. Prinsipnya kalau sistem itu sudah tidak diperlukan mengapa harus dipertahankan”.

Saya bertanya:“So...Apakah karena satuan terpisah bagi  putera dan puteri belum optimal kita terapkan dalam kepramukaan, maka kita akan hapuskan dalam Metode Kepramukaan? Karakter generasi muda seperti apa yang ingin dibentuk oleh Gerakan Pramuka tanpa metode ini? Apakah kita akan legalkan ada regu-sangga campuran putera puteri? Bahkan perkemahan campuran?

Yang meyakini pentingnya metode ini, tentu akan menjawab dengan tegas: TIDAK!

Kepramukaan tidak boleh kehilangan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaannya, termasuk Satuan Terpisah untuk Pramuka Putera dan Puteri didalamnya.

Semoga tulisan ini menginspirasi dan bermanfaat.

Sunday, September 1, 2013

SELENDANG DAN PITA MAHIR PEMBINA PRAMUKA

Salam Pramuka,
Kakak semua, lega sudah, tugasku menjadi Koordinator Narakarya 2 Siaga Kwarcab Cianjur akan segera berakhir. Insya Alloh, tanggal 3 September 2013, akan dilaksanakan Pelantikan Pembina Mahir oleh Ka Kwarcab Cianjur sekaligus pemberian hak menggunakan Selendang dan Pita Mahir bagi lulusan KML.

Di lapangan sering ada pertanyaan mengenai Selendang dan Pita Mahir ini, karena itulah tulisan kali ini saya angkat, bagaimana penggunaan Selendang dan Pita Mahir bagi Pembina Pramuka.

Kakak-kakak,
Dalam Gerakan Pramuka kita mengenal istilah "tanda kecakapan". Yaitu suatu tanda yang menandakan pemakainya telah diakui memiliki kecakapan, kemampuan, kemahiran tertentu. Tanda kecakapan sering terlintas dalam otak kita, hanya dimiliki oleh Pramuka (peserta didik). Misalnya  Tanda Kecakapan Umum, Tanda Kecakapan Khusus, dan Tanda Pramuka Garuda. Pikiran itu tidak benar, karena Pembina Pramuka-pun memiliki tanda kecakapannya.

Tanda Kecakapan bagi pembina umumnya didapatkan setelah mengikuti suatu pendidikan dan latihan. Salah satu bentuk tanda tersebut yaitu berupa selendang dan pita mahir.




Inilah selendang pembina pramuka mahir. Selendang ini diberikan kepada mereka yang telah mengikuti dan lulus dalam Kursus Pembina Mahir Pramuka tingkat Lanjutan, dan telah menyelesaikan Narakarya 2. Diserahkan oleh Ketua Kwartir Cabangnya dalam sebuah acara pelantikan.

Selendang hanya dipakai dalam acara-acara formal upacara, seperti upacara pelantikan, upacara pembukaan dan penutupan kursus pembina, dan Upacara HUT Pramuka.

Selendang biasa dipakai seperti berikut ini:


Sebenarnya, setangan leher seharusnya ditindih oleh selendang, artinya setangan leher diletakkan dibawah selendang. Ketinggian lipatan ujung selendang didepan dada, sekitar 15 cm diatas pinggang. Demikian menurut pelbagai cerita-adat senior pelatih, dan catatan yang saya dapat dari Pusdiklatda Jawa Barat yang diiyakan oleh Ka Pusdiklatnas, dalam KPL 2011 di Bandung.

Namun faktanya banyak pembina yang terbiasa meletakan selendang dibawah setangan leher, seperti gambar diatas.

Fakta lain juga nampak, walau seharusnya warna kain adalah WULUNG (ungu agak kehitam-hitaman)  namun banyak dilapangan warna yang digunakan adalah coklat dan coklat kemerah-merahan.

Bagaimana pemakaian selendang diluar upacara?

Untuk itulah, maka dalam aktivitas kepramukaan yang tidak berbentuk upacara, untuk menggantikan Seledang, digunakan PITA MAHIR sebagai "tanda harian" Selendang mahir. Terdiri dari 4 jenis, yaitu :

 S warna tengahnya hijau untuk Pembina Mahir Siaga. G warna tengahnya merah untuk Pembina Mahir Penggalang. T warna tengahnya kuning untuk Pembina Mahir Penegak, dan D warna tengahnya coklat untuk Pembina Mahir Pandega.

Dipakai seperti berikut ini:


Saya tidak menganjurkan Kakak-kakak menggunakan selendang, dan pita mahir dalam waktu yang sama. Karena fungsinya sebagai "tanda harian", pita mahir selayaknya dipakai pada waktu kita tidak memakai Selendang.

Di sebuah Kwarda, ada budaya tidak menggunakan pita mahir bagi para pelatih jika menggunakan tanda jabatan pelatih. Menurut saya, hal ini tidak tepat karena pita mahir memiliki kedudukan sebagai "tanda kecakapan", sedang tanda pelatih adalah tanda jabatan.

Ada perilaku unik, mungkin agar lebih kelihatan, kakak-kakak yang memiliki tanda penghargaan seperti Lencana Pancawarsa, Lencana Darmabakti dan  lainnya, kadang meletakkan tanda penghargaan tersebut pada Selendang, padahal seharusnya tanda penghargaan hanya disematkan pada Pakaian Seragam Pramuka bukan pada selendang.

Itulah beberapa fenomena penggunaan Selendang dan Pita Mahir di lapangan.

Apa maknanya?

Selendang, sering dijadikan alat bagi Ibu-ibu/wanita untuk menggendong (mengemban) anak/bayi. Ini bermakna bahwa para pembina mahir yang menggunakan selendang laksana mereka yang mengemban tugas suci menyiapkan dan mengantar generasi muda ke arah/ke tempat yang diharapkan.

Selendang dengan bahan kain berukuran 5 dm x 1945 mm bermakna Pancasila dan tahun kemerdekaan Indonesia dan UUD 1945. Tentu dapat diartikan bahwa mengemban amanat diatas harus dilandasi dengan Pancasila dan UUD 1945.

Selendang, warna dasar WULUNG (UNGU) warna yang melambangkan keuletan, dan ketekunan serta disiplin diri.

Lidah api, motif dari kain ini, bermakna semangat yang tak kunjung padam dari keinginan untuk senantiasa menata diri. Jumlah lidah api adalah kelipatan 10, melambangkan Dasa Darma Pramuka.

Jantung, selama jantung masih berdetak di dada, seorang Pembina Mahir selalu tetap mengabdikan diri dengan Ikhlas Bakti Bina Bangsa Ber Budi Bawa Laksana.

Senjata/ Keris Seorang Pembina Mahir memiliki Sumber Daya dan cara pemikiran yang selalu tajam serta tanggap dengan lingkungannya.


Jadi Kakak semua, apalagi yang sudah menggunakan Selendang Mahir ini, semoga tulisan ini dapat menginspirasi Kakak, bahwa tatkala kita menggunakan selendang ini, maka kita makin menyadari kewajiban kita untuk mengemban tanggung jawab membina generasi muda dengan landasan Pancasila dan UUD 1945, dengan semangat Dasa Darma, wujud keuletan, ketekunan, serta disiplin diri, kita bawa mereka kearah yang lebih baik.

Semoga..